WINTER
Angin masih berhembus
menggugurkan dedaunan di setiap pepohonan. Meniup lembar demi lembar dedaunan
kering yang berserakan di jalanan. Satu persatu. Saling beterbangan. Tanpa
tujuan.
Merindukan kehadiran
salju. Mungkin. Karena hari ini salju
tak juga hadir membekukan dedaunan. Tapi, salju tak dapat
membekukan tangan. Atau begitulah setidaknya pendapatnya. Si dedaunan beranggapan. Salju hanya dapat membekukan
dedaunan. Atau musim?
Seluruh kamuflase musim
gugur tahun ini kembali lagi. Dengan
aroma daun maple yang tertiup angin, ataupun uap kopi yang datang dari gelas-gelas
para pejalan kaki. Kami saksinya. Begitu kata dedaunan.
Bahkan jika tak ada
seorangpun yang mempercayainya, mereka tetap bersikeras mengutarakan bahwa mereka
benar adanya. Dan, hey, kapan cinta
itu mulai tumbuh? Kata mereka. Apakah perlu juga dipupuk seperti pepohonan yang
perlu dipupuk setiap waktu? Atau mungkin hanya perlu dibiarkan begitu saja?
Mereka masih bertanya.
Itu adalah keyakinan
mereka berdua. Bukan si dedaunan.
Bahwa mereka, adalah sesuatu yang tidak bisa bersama-sama. Menunggui waktu. Begitu
kata dedaunan. Mereka berbisik-bisik. Apakah mereka juga akan seperti itu? Berbincang-bincang
satu sama lain dengan wajah yang penuh manipulasi. Haa... Bahkan mereka tak
bisa menatap satu sama lain.
Hey, bagaimana cara
mereka berdua menyembunyikannya dengan begitu rapih? Seolah-olah ada lubang
rahasia disana. Bagaimanapun caranya dedaunan itu melihat,
ada cinta diantara mereka. Kenapa manusia itu begitu rumit?
Bahwa hati itu, beguguran. Sebagaimana musim gugur kali
ini datang lagi.
Sangat aneh. Kata mereka. Seperti melihat pertunjukan
drama picisan yang selalu dibicarakan orang-orang. Melihat mereka berdua.
Duduk. Saling bicara. Tapi tak saling menatap. Lagi.
Diam-diam dedaunan itu
mendengarkan. Kenapa kita menjadi seperti ini? Si manusia
perempuan bertanya. Pertanyaan yang tak bisa dijawab oleh dedaunan. Mereka
memohon pada musim gugur yang saat ini sedang menyambangi. Jangan tanya aku.
Aku tak setiap hari datang. Musim gugur menjawab. Ah, mungkin kami akan
mendengarkan sedikit lagi. Si dedaunan memutuskan.
Hey, sejak kapan kita mulai berbicara tanpa memandang
satu sama lain? Si manusia perempuan itu bertanya lagi. Dedaunan hanya
mendengarkan. Berharap jawaban. Tetapi si manusia lelaki itu hanya menjawab
dengan diam.
Saling diam. Lagi. Dan
lagi.
Aku merindukanmu.
Kata-kata dari si
manusia lelaki itu membuat dedaunan bertanya-tanya. Apakah mereka tidak saling
bertemu? Kenapa manusia itu begitu rumit?
Tanpa konklusi. Tanpa
jawaban apapun. Tanpa penyelesaian apapun. Sama seperti musim gugur yang akan
segera berakhir.
Aku benar-benar mencintaimu.
Bahkan, tanpa melihatpun, cukup mendengar, si dedaunan dapat mengetahui bahwa hati si manusia
perempuan itu hancur lagi. Lagi?
Hanya mengetahuinya begitu saja.
Kata-kata si manusia lelaki itu sangat kejam. Bagaimana
mungkin ia bisa mengatakan hal yang begitu menyakiti si manusia perempuan itu? Dedaunan berbisik.
Seakan berharap untuk
tidak segera menghilang begitu saja. Musim gugurpun memberikan jawabannya.
Karena mereka tidak bisa
bersama. Itu adalah sebuah keyakinan. Dan mereka masih mencintai
satu sama lain.
--END--
Azyan Liyana Fatin
Temanggung, 18
Februari 2017
21.11
azyakatsuki.blogspot.com
terlalu sulit itu..
BalasHapusyapp
BalasHapus