DAWN CAPPUCINO


CAPPUCINO SENJA

Sore yang hujan seperti biasanya, dibawah alunan musik klasik Duke Allington, bersama setumpuk novel  Sherlock Holmes dan secangkir cappucino dengan uap yang masih mengepul.
Joy, ia menaikkan letak kacamatanya yang sedikit melorot ke pangkal hidungnya. Ia menyesap sedikit frappucino dari cangkirnya.
Sore yang hujan, di tempat yang sama pertama kali mereka bertemu dengan tumpukan buku-buku Sherlock Holmes dan ditemani secangkir kopi cappucino kesukaannya.
Ah, betapa indahnya. Romansa ditengah guyuran hujan dan secangkir kopi yang masih mengepul memang menyentuh. Batinnya.
Tapi, setelah dipikirkan kembali, ada dua pihak yang terpaksa bersama, sehingga tahun-tahun bersama hanya memendamkan luka di hati masing-masing. Cinta dengan ideologi yang berbeda, pemahaman yang berbeda, dan peruntukan yang berbeda pula, membuat keduanya memutuskan untuk saling melangkah pergi. Menjauhi apa yang membuat luka di hati.
Atau begitu setidaknya penjelasan Joy saat ada yang bertanya tentang kenapa mereka harus berpisah. Ironis. Begitu kata orang-orang tentang mereka. Sekian tahun bersama, namun akhirnya harus berpisah hanya karena permasalahan sepele.
Joy tak mempedulikan omongan orang-orang itu. Karena, hey, itu bukan urusan mereka. Dan apa yang mereka ketahui tentang hubungan di antara keduanya? Tak ada. Karena itulah, ia lebih memutuskan untuk menutup kedua telinganya.
Ah, mungkin hanya waktu, yang telah lama mengetahui namun tetap tak bersua, hanya menunggu agar ia mengambil keputusan yang sebenarnya, mewujudkan eksistensi dari waktu itu sendiri.
Untuk beberapa saat, Joy hanya menatap tak fokus pada rangkaian kata di depannya. Memikirkan kembali, atau meyakinkan diri sendiri, bahwa keputusannya memang sudah seharusnya ia ambil. Dan ia memang sudah mengambilnya. Melakukannya, mungkin.
Terlepas dari kata, ‘aku akan menemukan yang lebih darimu’, ataupun ‘aku pasti nememukan orang yang bisa aku cintai’, ia hanya bisa tertawa dalam hati.
Ia benar kan? Kata-kata itu maksudnya. Hanya sekedar untuk memastikan diri sendiri. Lagi-lagi.
Pemikiran tentang masa lalu itu, seharusnya aku buang. Hanya membuang-buang waktu ku. Ah, tenaga ku sudah habis. Berpikir melankolis memang menguras banyak tenaga. Senyumnya.
Meskipun waktu telah berlalu sangat lama untuk secangkir cappucino di atas meja, hingga menyebabkan uapnya telah lama menghilang, mengekspresikan senja yang mulai datang menjemput, Joy masih saja tak beranjak dari duduknya. Masih ingin menghabiskan novel di tangannya. Katanya.
Bahkan pelayan disana pun sudah hafal dengan kebiasaan Joy. Duduk disudut ruang dibawah jendela, dengan buku-buku atau novel yang menumpuk dan secangkir cappucino mengepul diatas meja. Menunggu senja. Katanya.

--END—

Temanggung, 31 Januari 2017.
Azyan Liyana Fatin
azyakatsuki.blogspot.com

Komentar

Posting Komentar